PERATURAN MENTERI DESA,PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENDAMPINGAN DESA
SALINAN
MENTERI
DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI DESA,
PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 2015
TENTANG
PENDAMPINGAN DESA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK
INDONESIA
Menimbang
Mengingat
|
:
|
bahwa untuk melaksanakan
ketentuan Pasal 131 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
tentang Pendampingan Desa;
|
|
1.
|
Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4421);
|
||
2.
|
Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495);
|
||
3.
|
Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587);
|
||
4.
|
Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5539);
|
||
5.
|
Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5558);
|
||
6.
|
Peraturan Presiden Nomor 12
Tahun 2015 tentang Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi (Lembaran Negara Republik Indonesia
|
MEMUTUSKAN:
|
||
Menetapkan
|
:
|
PERATURAN MENTERI DESA,
PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI TENTANG PENDAMPINGAN DESA.
|
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini
yang dimaksud dengan:
1.
Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya
disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau
hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
2.
Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
3.
Pemerintah Desa adalah kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu
perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
4.
Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga
yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari
penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara
demokratis.
5.
Unsur masyarakat adalah kelompok-kelompok masyarakat Desa yang masing-masing
kelompok memiliki kepentingan yang sama serta keterkaitan satu sama lain
sebagai anggota kelompok.
6.
Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah musyawarah antara
Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang
diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang
bersifat strategis.
7.
Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa atau yang disebut dengan nama lain
adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur
masyarakat yang diselenggarakan oleh Pemerintah Desa untuk menetapkan
prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan Pembangunan Desa yang didanai oleh
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, swadaya masyarakat Desa, dan/atau
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota.
8.
Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala
Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa.
9.
Pembangunan Desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk
sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
10. Perencanaan pembangunan
desa adalah proses tahapan kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintah Desa
dengan melibatkan Badan Permusyawaratan Desa dan unsur masyarakat secara
partisipatif guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya desa dalam rangka
mencapai tujuan pembangunan desa.
11. Kawasan Perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan
utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi
kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan,
pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
12. Pembangunan Partisipatif adalah suatu sistem pengelolaan
pembangunan di desa dan kawasan perdesaan yang dikoordinasikan oleh kepala Desa
dengan mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan guna
mewujudkan pengarusutamaan perdamaian dan keadilan sosial.
13. Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah upaya mengembangkan
kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan,
sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber
daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang
sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa.
14. Pendampingan Desa adalah kegiatan untuk melakukan
tindakan pemberdayaan masyarakat melalui asistensi, pengorganisasian,
pengarahan dan fasilitasi Desa.
15. Lembaga Kemasyarakatan Desa atau disebut dengan nama lain
adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan
merupakan mitra pemerintah desa dalam memberdayakan masyarakat.
16. Lembaga Adat Desa adalah merupakan lembaga yang
menyelenggarakan fungsi adat istiadat dan menjadi bagian dari susunan asli Desa
yang tumbuh dan berkembang atas prakarsa masyarakat Desa.
17. Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah adalah
Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
18. Pemerintahan Daerah adalah Pemerintah Daerah dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem
dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
19. Menteri adalah Menteri
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia.
Pasal 2
Tujuan pendampingan Desa dalam
Peraturan Menteri ini meliputi:
a. Meningkatkan kapasitas, efektivitas dan akuntabilitas
pemerintahan desa dan pembangunan Desa;
b. Meningkatkan prakarsa, kesadaran dan partisipasi
masyarakat Desa dalam pembangunan desa yang partisipatif;
c. Meningkatkan sinergi program pembangunan Desa antarsektor;
dan
d. Mengoptimalkan aset lokal
Desa secara emansipatoris.
Pasal 3
Ruang lingkup pendampingan
Desa meliputi:
a. Pendampingan masyarakat
Desa dilaksanakan secara berjenjang untuk memberdayakan dan memperkuat Desa;
b. Pendampingan masyarakat Desa sesuai dengan kebutuhan yang
didasarkan pada kondisi geografis wilayah, nilai APB Desa, dan cakupan kegiatan
yang didampingi; dan
c. Pemerintah, pemerintah
daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, dan Pemerintah Desa
melakukan upaya pemberdayaan masyarakat Desa melalui pendampingan masyarakat
Desa yang berkelanjutan, termasuk dalam hal penyediaan sumber daya manusia dan
manajemen.
Pasal 4
Pendampingan Desa dilaksanakan
oleh pendamping yang terdiri atas:
a. tenaga pendamping profesional;
b. Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa; dan/atau
c. pihak ketiga.
Pasal 5
Tenaga pendamping profesional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf (a) terdiri atas:
a. pendamping Desa;
b. pendamping Teknis; dan
c. Tenaga Ahli Pemberdayaan
Masyarakat.
Pasal 6
Pendamping Desa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 huruf (a) berkedudukan di kecamatan.
Pasal 7
Pendamping Teknis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 huruf (b) berkedudukan di kabupaten.
Pasal 8
Tenaga Ahli Pemberdayaan
Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf (c) berkedudukan di Pusat
dan Provinsi.
Pasal 9
Kader Pemberdayaan Masyarakat
Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf (b) berkedudukan di Desa.
Pasal 10
(1) Pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf (c)
terdiri dari:
a. Lembaga Swadaya Masyarakat;
b. Perguruan Tinggi;
c. Organisasi Kemasyarakatan; atau
d. Perusahaan.
(2) Pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sumber
keuangannya dan kegiatannya tidak berasal dari anggaran Pemerintah, pemerintah
daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, dan/atau Desa.
(3) Pihak ketiga sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berkedudukan di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
BAB II
TUGAS PENDAMPING
Bagian Kesatu
Pendamping Desa
Pasal 11
Pendamping Desa bertugas
mendampingi Desa dalam penyelenggaraan pembangunan Desa dan pemberdayaan
masyarakat Desa.
Pasal 12
Pendamping Desa melaksanakan
tugas mendampingi Desa, meliputi:
a. mendampingi Desa dalam perencanaan, pelaksanaan, dan
pemantauan terhadap pembangunan Desa dan pemberdayaan masyarakat Desa;
b. mendampingi Desa dalam melaksanakan pengelolaan pelayanan
sosial dasar, pengembangan usaha ekonomi Desa, pendayagunaan sumber daya alam
dan teknologi tepat guna, pembangunan sarana prasarana Desa, dan pemberdayaan
masyarakat Desa;
c. melakukan peningkatan kapasitas bagi Pemerintahan Desa,
lembaga kemasyarakatan Desa dalam hal pembangunan dan pemberdayaan masyarakat
Desa;
d. melakukan pengorganisasian di dalam kelompok-kelompok
masyarakat Desa;
e. melakukan peningkatan kapasitas bagi Kader Pemberdayaan
Masyarakat Desa dan mendorong terciptanya kader-kader pembangunan Desa yang
baru;
f. mendampingi Desa dalam pembangunan kawasan perdesaan
secara partisipatif; dan
g. melakukan koordinasi
pendampingan di tingkat kecamatan dan memfasilitasi laporan pelaksanaan
pendampingan oleh Camat kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
Bagian Kedua
Pendamping Teknis
Pasal 13
Pendamping Teknis bertugas
mendampingi Desa dalam pelaksanaan program dan kegiatan sektoral.
Pasal 14
(1) Pendamping Teknis membantu Pemerintah Daerah dalam hal
sinergitas perencanaan Pembangunan Desa.
(2) Pendamping Teknis mendampingi Pemerintah Daerah melakukan
koordinasi perencanaan pembangunan daerah yang terkait dengan Desa.
(3) Melakukan fasilitasi kerja
sama Desa dan pihak ketiga terkait pembangunan Desa.
Bagian Ketiga
Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat
Pasal 15
Tugas utama Tenaga Ahli
Pemberdayaan Masyarakat mencakup bantuan teknis keahlian bidang manajemen,
kajian, keuangan, pelatihan dan peningkatan kapasitas, kaderisasi,
infrastruktur perdesaan, dan regulasi.
Pasal 16
Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam hal teknis pemberdayaan
masyarakat Desa, dapat dibantu oleh Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat.
Pasal 17
(1) Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat membantu Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam melakukan
fasilitasi perumusan kebijakan dan peraturan terkait pemberdayaan dan
pendampingan masyarakat Desa.
(2) Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat membantu Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam melakukan
asistensi, menyusun rancangan pelatihan dan fasilitasi pelatihan terhadap
Pendamping Desa, Pendamping Teknis, Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa dan
pihak ketiga.
(3) Tenaga Ahli Pemberdayaan
Masyarakat membantu Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota dalam hal melaksanakan pengendalian pendampingan dan evaluasi
pendampingan Desa.
Bagian Keempat
Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa
Pasal 18
(1) Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa bertugas untuk
menumbuhkan dan mengembangkan, serta menggerakkan prakarsa, partisipasi, dan
swadaya gotong royong.
(2) Dalam hal tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa
melibatkan unsur masyarakat, yang meliputi:
a. kelompok tani;
b. kelompok nelayan;
c. kelompok pengrajin;
d. kelompok perempuan;
e. kelompok pemerhati dan perlindungan anak;
f. kelompok masyarakat miskin; dan
g. kelompok-kelompok
masyarakat lain sesuai dengan kondisi sosial
Pasal 19
(1) Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa mendampingi Kepala
Desa dalam hal pengorganisasian pembangunan Desa.
(2) Dalam hal pengorganisasian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa melakukan pengorganisasian terhadap:
a. pembangunan, pemanfaatan
dan pemeliharaan infrasruktur dan lingkungan Desa antara lain:
1. tambatan
perahu;
2. jalan
pemukiman;
3. jalan Desa
antarpermukiman ke wilayah pertanian;
4. pembangkit
listrik tenaga mikrohidro ;
5. lingkungan
permukiman masyarakat Desa; dan/atau
6. infrastruktur dan lingkungan Desa lainnya sesuai
kondisi Desa.
b. pembangunan, pemanfaatan dan pemeliharaan sarana dan
prasarana kesehatan antara lain:
1. air bersih
berskala Desa;
2. sanitasi
lingkungan;
3. pelayanan
kesehatan Desa dalam bentuk Pos Pelayanan Terpadu atau bentuk lainnya; dan
4. sarana dan
prasarana kesehatan lainnya sesuai kondisi Desa.
c. pembangunan, pemanfaatan dan pemeliharaan sarana dan
prasarana pendidikan dan kebudayaan yang meliputi:
1. taman bacaan
masyarakat;
2. pendidikan
anak usia dini;
3. balai
pelatihan/kegiatan belajar masyarakat;
4. pengembangan
dan pembinaan sanggar seni; dan
5. sarana dan
prasarana pendidikan dan pelatihan lainnya sesuai kondisi Desa.
d. Pengembangan usaha ekonomi produktif serta pembangunan, pemanfaatan
dan pemeliharaan sarana dan prasarana ekonomi yang meliputi:
1. pasar Desa;
2. pembentukan
dan pengembangan BUM Desa;
3. penguatan
permodalan BUM Desa;
4. pembibitan
tanaman pangan;
5. penggilingan
padi;
6. lumbung
Desa;
7. pembukaan
lahan pertanian;
8. pengelolaan
usaha hutan Desa;
9. kolam ikan
dan pembenihan ikan;
10. kapal
penangkap ikan;
11. gudang
pendingin (cold
storage);
12. tempat
pelelangan ikan;
13. tambak
garam;
14. kandang
ternak;
15. instalasi
biogas;
16. mesin
pakan ternak; dan
17. sarana
dan prasarana ekonomi lainnya sesuai kondisi Desa.
e. pelestarian lingkungan hidup yang meliputi:
1. penghijauan;
2. pembuatan
terasering;
3. pemeliharaan
hutan bakau;
4. perlindungan
mata air;
5. pembersihan daerah aliran sungai;
6. perlindungan
terumbu karang; dan
7. kegiatan lainnya sesuai kondisi Desa.
Bagian Kelima
Pihak Ketiga
Pasal 20
(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota dapat bekerja sama dengan Pihak Ketiga dalam melaksanakan
Pendampingan Desa.
(2) Pihak Ketiga sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi,
organisasi kemasyarakatan, atau perusahaan, yang sumber keuangan dan
kegiatannya tidak berasal dari anggaran Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi,
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan/atau Desa.
Pasal 21
Pihak ketiga sebagaimana
dimaksud pada Pasal 20 ayat (2) harus melibatkan Kader Pemberdayaan Masyarakat
Desa dalam hal perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi terhadap
program kerja sama.
Pasal 22
Pihak ketiga sebagaimana
dimaksud pada Pasal 20 ayat (2) dapat melibatkan tenaga pendamping profesional
dalam melaksanakan program pembangunan Desa.
BAB III
MANAJEMEN PENDAMPINGAN DESA
Pasal 23
(1) Rekrutmen Pendamping Desa, Pendamping Teknis dan Tenaga
Ahli Pemberdayaan Masyarakat dilakukan secara terbuka.
(2) Rekrutmen dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan di daerah dan ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 24
Kompetensi pendamping Desa
sekurang-kurangnya memenuhi unsur kualifikasi antara lain:
a. memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam pemberdayaan
masyarakat;
b. memiliki pengalaman dalam pengorganisasian masyarakat
Desa;
c. mampu melakukan pendampingan usaha ekonomi masyarakat
Desa;
d. mampu melakukan teknik fasilitasi kelompok-kelompok
masyarakat Desa dalam musyawarah Desa; dan/atau
e. memiliki kepekaan terhadap
kebiasaan, adat istiadat dan nilai-nilai budaya masyarakat Desa.
Pasal 25
Kompetensi pendamping teknis
memenuhi unsur kualifikasi sebagai berikut:
a. memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam mengorganisasi
pelaksanaan program dan kegiatan sektoral;
b. memiliki pengalaman dalam pemberdayaan masyarakat dan
pengorganisasian masyarakat;
c. pengalaman dalam melakukan fasilitasi kerja sama
antarlembaga kemasyarakatan; dan/atau
d. mampu melakukan analisis
kebijakan terhadap implementasi program di wilayahnya.
Pasal 26
Kompetensi Tenaga Ahli
Pemberdayaan Masyarakat sekurang-kurangnya memenuhi unsur kualifikasi antara
lain:
a. memiliki pengalaman dalam pengendalian dan manajemen
program pemberdayaan masyarakat;
b. peningkatan kapasitas dan pelatihan pemberdayaan
masyarakat; dan
c. analisis kebijakan
pemberdayaan masyarakat.
Pasal 27
(1) Tenaga pendamping profesional harus memiliki sertifikasi
kompetensi yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi profesi.
(2) Sertifikasi kompetensi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterapkan secara bertahap.
Pasal 28
(1) pendamping desa, pendamping teknis dan tenaga ahli
pemberdayaan masyarakat diberikan pembekalan peningkatan kapasitas dalam bentuk
pelatihan.
(2) Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai kebutuhan.
(3) Pelatihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan (2) dapat diselenggarakan oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota.
Pasal 29
(1) Pendamping melakukan kontrak kerja dengan pihak pemberi
kerja.
(2) Pihak pemberi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah pemerintah melalui Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
(3) Kontrak kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) memuat hak dan kewajiban pendamping dalam pelaksanaan
pekerjaan.
Pasal 30
(1) pendamping desa, pendamping teknis dan tenaga ahli
pemberdayaan masyarakat diberlakukan evaluasi kinerja.
(2) Evaluasi kinerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara berjenjang.
Pasal 31
Pemerintah Desa mengadakan
Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa melalui mekanisme musyawarah Desa untuk
ditetapkan dengan keputusan Kepala Desa.
BAB IV
PENDANAAN
Pasal 32
Sumber pendanaan terhadap
pendampingan Desa berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan Kabupaten.
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 33
Pada saat Peraturan Menteri
ini berlaku, tenaga Pendamping Profesional yang belum memiliki sertifikasi
kompetensi yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi profesi sebagaimana
dimaksud pada Pasal 27 ayat (1) masih tetap dapat menjalankan tugasnya selama dua
(2) tahun terhitung sejak Peraturan Menteri ini mulai berlaku.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 34
Peraturan Menteri ini mulai
berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 28 Januari 2015
MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
MARWAN JAFAR
Salinan sesuai aslinya
Kementerian Pembangunan Daerah
Tertinggal
Kepala Biro Hukum dan Humas,
Fajar Tri Suprapto
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 Januari 2015
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI
MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
YASONNA H. LAOLY
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 160
Komentar
Posting Komentar